JAKARTA: Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea angkat bicara usai kliennya, mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022.
Hotman menilai kasus yang menjerat Nadiem mirip dengan yang dialami mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong dalam perkara korupsi importasi gula kristal.
Ia menegaskan, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung tidak menemukan aliran dana sepeser pun yang masuk ke kantong Nadiem.
“Nasib Nadiem sama dengan nasib Lembong. Tidak ada satu rupiah yang jaksa temukan uang masuk ke kantongnya Nadiem,” kata Hotman, Kamis (4/9) dikutip CNN Indonesia.
Menurutnya, dalam kasus ini posisi Nadiem identik dengan Lembong, yang akhirnya mendapat abolisi dari Presiden Prabowo Subianto.
“Sama persis dengan kasus Lembong. Tidak ada uang. Lembong tidak pernah terima uang,” imbuhnya
ISU GOOGLE DAN INVESTASI DI GOJEK
Hotman juga menyinggung soal dugaan keterkaitan antara Google dan pengadaan Chromebook di Kemendikbudristek. Ia menjelaskan, memang ada investasi Google di Gojek pada masa proyek laptop berjalan, namun itu bukan yang pertama.
“Google sudah empat kali investasi di Gojek jauh sebelum Nadiem jadi menteri. Itu murni investasi, sesuai harga pasar. Google itu perusahaan raksasa dunia. Tidak ada sogok-sogokan,” tekannya.
Seperti diketahui sebelum menjabat menteri, Nadiem adalah CEO Gojek.
Ia menambahkan, Google hanya memberikan pelatihan kepada vendor yang mengadakan laptop di Kementerian, bukan memberi uang kepada Nadiem.
“Yang terima vendor, bukan Nadiem. Itu berupa tenaga ahli untuk melatih penggunaan sistem operasi Chromebook,” ujarnya.
Hotman menegaskan bahwa penjualan laptop dilakukan langsung oleh vendor resmi melalui e-katalog pemerintah.
“Terus yang menjual laptop itu adalah vendor. Uangnya ke vendor. Harganya resmi sesuai e-katalog,” bebernya.
Menurutnya, tidak ada vendor maupun pihak Google yang memberikan uang ke Nadiem.
“Satu pun vendor tidak pernah ngasih uang ke Nadiem, Google pun tidak pernah,” ungkapnya.
“Dan itu waktu itu musim Corona. Sehingga memang sistemnya Google itu sangat cocok,” papar Hotman lebih jauh.
Meski begitu, Kejagung menyebut bahwa atas perintah Nadiem, laptop berbasis Chromebook dimasukkan dalam pengadaan TIK tahun 2020. Kebijakan itu bertentangan dengan rekomendasi tim teknis yang menyarankan penggunaan sistem operasi Windows.
Proyek tersebut menuai kritik karena Chromebook sangat bergantung pada jaringan internet. Di banyak daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar), akses internet masih terbatas sehingga program digitalisasi pendidik
Atas kebijakan tersebut, negara diduga mengalami kerugian hingga hampir Rp1.98 triliun.
Ikuti saluran WhatsApp CNA Indonesia untuk dapatkan berita menarik lainnya. Pastikan fungsi notifikasi telah dinyalakan dengan menekan tombol lonceng.
https://allaboutos.com/